Jadi, HSD adalah novel Tere Liye yang
mulanya dimuat dalam koran Republika sebagai cerita bersambung.
Kemudian, di tahun 2007 melihat antusiasme pembaca (hal sama terjadi
pada novel Best Seller ‘Ayat-Ayat Cinta’), cerbung ini dibukukan dalam
sebuah novel yang juga menjadi best seller hingga mengalami cetak ulang
hingga 8 kali (per Desember 2011).
Ini adalah kisah tentang kanak-kanak…
Ini adalah kisah tentang proses memahami…
Ini adalah kisah tentang keikhlasan…
Ini adalah kisah tentang Delisa…
Novel ini diawali ketika Tere Liye melihat
berita Tsunami Aceh dengan korban seorang anak kecil yang kakinya
diamputasi. Dan Tere pun berikrar, bahwa dia akan mengabadikan kisah itu
yang akhirnya diwujudkan dalam buku ini.
Bermula dari kehidupan sebuah keluarga
kecil di Lhok Nga, Aceh yakni keluarga Ummi Salamah. Ummi memiliki 4
orang anak, yaitu Fatimah, Aisyah, Zahrah, dan si bungsu Delisa.
Sedangkan ayahnya -Abi Usman- bekerja di sebuah kapal laut sehingga
lebih sering berada di Luar Negeri dan komunikasi pun dilakukan dengan
telpon.
Di keluarga ini, nilai agama ditanamkan
dengan kuat. Walaupun Ummi tidak didampingi Abi, tapi Umi berusaha
menjadi ibu yang baik. Shalat shubuh selalu mereka laksanakan dengan
jama’ah. Hingga Delisa, yang baru berumur 6 tahun pun, diwajibkan Ummi
untuk hafal bacaan shalat. Mula-mulanya Delisa sangat sulit menghafal,
sering tertukar letaknya. Ummi pun menjanjikan Delisa hadiah sebuah
kalung, jika Delisa hafal bacaan shalat saat melewati tes hafalan di
depan guru ngajinya. Dan kalung ini sangat istimewa, D untuk Delisa
Akhirnya, Minggu 24 Desember 2004, kejadian memilukan hati pun terjadi.
Cuaca di Aceh hari itu begitu cerah. Tapi
sesaat, gempa kecil menggetarkan Lhok Nga. Semua khawatir, tapi
mengganggap ini hanya sebuah kejadian biasa. Dan hal ini tidak menjadi
momok menakutkan bagi Delisa. Sebab pada hari ini, dia akan menjalani
tes hafalan. Diantarkan Ummi, Delisa yakin hari ini akan menjadi hari
yang indah.
Dengan visualisasi cerita yang bagus dari
Tere, pembaca seakan dibawa dalam alur cerita dan turut merasakan
ketulusan hati dari seorang Delisa. Di saat Delisa mengangkat takbir,
Aceh bergetar. Gelombang pantai beriak seperti tak biasanya. Endingnya,
ketika Delisa tertatih dalam menyelesaikan tahiyat akhirnya, badai
Tsunami datang menerjang tubuh kecilnya. Akan tetapi,ajaibnya Delisa
tetap khusyu dan tidak menyadari akan apa yang terjadi.
Ummi beserta kakak-kakak Delisa semuanya syahid dalam musibah ini. Abi
Usman pun pergi menyusul Delisa dan mendapati kaki Delisa yang mesti
diamputasi. But, it’s so awesome. Delisa terlihat sangat tegar
bahkan dia sering menjadi motivator untuk Abi. Dan yang lebih
mengharukan lagi, Delisa tetap bertekad menyelesaikan bacaan shalatnya.
Bukan karena kalung, tapi karena Allah.
0 komentar:
Posting Komentar